Di lapangan yang luas, duduklah
seorang pemuda, Dandi namanya. Hari itu dia sangat letih sehabis latihan renang
bersama pacarnya. Ya, Dandi sangat suka sekali berenang begitu juga Diah.
Setelah mengantarkan Diah pulang ke rumahnya, Dandi duduk di lapangan. Hal ini
sering dia lakukan.
Namun, di hari yang cerah itu
suasana menjadi berbeda. Karena biasanya Dandi ke lapangan untuk mengulangi
mimpi-mimpi yang dia rangkai sendiri. Dia seorang pemimpi. Pernah suatu kali
dia punya mimpi untuk membahagiakan orang tuanya. Sayangnya, hal itu belum
terwujud sampai saat ini. Dia ingin sekali melihat orang tuanya bahagia karena
dirinya. Mimpi itu muncul saat dia baru menyadari bahwa banyak pengorbanan yang
telah dilakukan orang tuanya untuk dirinya. Ayahnya seorang
pegawai sedangkan
ibunya seorang ibu rumah tangga. Dia sangat bahagia memiliki mereka berdua.
Apalagi ditambah dengan kehadiran Diah pacarnya. Sekarang Dandi di lapangan mengingat-ngingat orang-orang yang telah pernah hadir dalam kehidupannya. “Aku melupakan sesuatu dalam hidupku, yang baru kusadari dalam hidupku ini” ujar Dandi dalam hati. “Aku melupakan orang-orang yang sangat berarti dalam hidupku dulu. Mereka memang bukan orang yang luar biasa. Tapi mereka adalah orang yang istimewa. Kenapa baru aku sadari sekarang ya?” Dandi terus begitu, memberikan tanya pada dirinya sendiri sampai senja pun datang.
Tidak terasa matahari pun ingin
mengucapkan selamat sore dengan perlahan menghilang di ufuk barat. Dari arah
senja muncul sesosok gadis yang menghampiri Dandi. Dia adalah Diah pacarnya
Dandi. “Dandi sudah lama ya disini? Bolehkan aku duduk di sampingmu” kata Diah
sambil mulai duduk di sampingnya Dandi. Lalu Dandi menoleh dan berkata “Lho
Diah, kenapa ke sini? Tadi dah keramas khan? Sedikit lama sih, tapi
menyenangkan.” Dandi begitu perhatian. Diah pun menjawab pertanyaan sambil
tersenyum “Udah dong sayang, Diah gitu. Owh ya, tadi tante menghubungi Diah
bilang Dandi belum pulang, jadi Diah kesini. Karena Diah tahu tempat favorit
Dandi khan disini.” Diah lalu memandang sekeliling dan melanjutkan pembicaraan.
“Dandi lagi mikirin apa? Kayanya seru gitu, sampai saat aku kesini tadi Dandi
tidak memperhatikan?”
“Begini Diah, aku lagi berpikir tentang orang-orang yang pernah dekat Dengan diriku” Diah mengerutkan wajahnya. Dandi memperhatikan lalu melanjutkan. “Sayang sayang bukannya aku mikirin mantanku. Maksudku tadi dalam artian luas.”
“Begini Diah, aku lagi berpikir tentang orang-orang yang pernah dekat Dengan diriku” Diah mengerutkan wajahnya. Dandi memperhatikan lalu melanjutkan. “Sayang sayang bukannya aku mikirin mantanku. Maksudku tadi dalam artian luas.”
“memangnya kenapa dengan mereka
Dandi?” kata Diah yang sudah tidak cemberut lagi. Diah tertarik dengan apa yang
dipikirkan Dandi.
“Semua yang telah mereka lakukan
terhadapku aku rasa demi kebaikanku. Kenapa aku bisa bilang begitu? Baru aku
sadari aku tidak pernah melihat diriku dari sudut pandang mereka. Dulu aku
hanya mementingkan diriku sendiri, tanpa ku tahu bahwa di sekelilingku banyak
yang memperhatikan diriku dengan cara mereka. Terkadang cara yang mereka
lakukan bertentangan dengan apa yang biasa kulakukan. Sungguh keliru pendapatku
selama ini.”
“Sayang, sudahlah itu sudah menjadi masa lalu. Diah kagum dengan pemikiran Dandi, Dandi bisa menyadari hal itu. Diah jadi tambah bangga punya pacar seperti Dandi. Kalau sudah Dandi berpikiran seperti itu sebaiknya Dandi tahu khan apa yang perlu Dandi lakukan?”
“Hari ini, aku akan lebih melihat orang lain dari sudut pandang dirinya Diah. Aku tidak lagi menghiraukan mereka. Karena mereka yang membuat hidupku berarti. Seperti juga kedua orang tua ku dan Diah sendiri.”
“Sayang, sudahlah itu sudah menjadi masa lalu. Diah kagum dengan pemikiran Dandi, Dandi bisa menyadari hal itu. Diah jadi tambah bangga punya pacar seperti Dandi. Kalau sudah Dandi berpikiran seperti itu sebaiknya Dandi tahu khan apa yang perlu Dandi lakukan?”
“Hari ini, aku akan lebih melihat orang lain dari sudut pandang dirinya Diah. Aku tidak lagi menghiraukan mereka. Karena mereka yang membuat hidupku berarti. Seperti juga kedua orang tua ku dan Diah sendiri.”
“Dandi, jangan berlebihan nanti
helmku yang biasa ku pakai tidak muat lagi. Mau tanggung jawab?” Tukas Diah
sambil memecahkan perbincangan serius mereka. “Sayang sepertinya sudah sore
sekali, kita pulang ya?”
“Oh ya juga Diah, mari pulang
kalau begitu.” Kata Dandi sambil bangkit kemudian menggandeng tangan Diah.
Dandi lalu mengantar Diah pulang
terlebih dahulu sebelum pulang ke rumahnya. Rumah Diah tidak jauh dari lapangan
tadi. Keesokan paginya Dandi beraktivitas seperti biasanya. Dandi sudah
siap-siap memanasi motornya. Lalu dia pun berangkat ke sekolah namun sebelumnya
Dandi menjemput Diah. Walau sekolah mereka berbeda Dandi dengan senang hati
menjemput Diah.
Hari pun berlalu, Dandi melakukan aktivitas seperti berulang-ulang. Namun, kali ini menjadi berbeda karena dia sudah menyadari ada hal yang penting dalam hidupnya. Yaitu lebih menghargai orang–orang di sekelilingnya. Tanpa mereka Dandi tidak bisa berdiri. Hanya dengan seperti itu, hidupnya lebih berarti.
Hari pun berlalu, Dandi melakukan aktivitas seperti berulang-ulang. Namun, kali ini menjadi berbeda karena dia sudah menyadari ada hal yang penting dalam hidupnya. Yaitu lebih menghargai orang–orang di sekelilingnya. Tanpa mereka Dandi tidak bisa berdiri. Hanya dengan seperti itu, hidupnya lebih berarti.
0 komentar:
Posting Komentar