Dikisahkan, di sebuah dusun
tinggallah keluarga petani yang memiliki seorang anak masih bayi. Keluarga itu
memelihara seekor anjing yang dipelihara sejak masih kecil. Anjing itu pandai,
setia, dan rajin membantu si petani. Dia bisa menjaga rumah bila majikannya
pergi, mengusir burung-burung di sawah dan menangkap tikus yang berkeliaran di
sekitar rumah mereka. Si petani dan istrinya sangat menyayangi anjing tersebut.
Suatu hari, si petani harus menjual hasil panennya ke kota. Karena beban berat
yang harus di bawanya, dia meminta istrinya ikut serta untuk membantu, agar
secepatnya menyelesaikan penjualan dan sesegera mungkin pulang ke rumah. Si
bayi di tinggal tertidur lelap di ayunan dan dipercayakan di bawah penjagaan
anjing mereka. Menjelang malam setiba di dekat rumah, si anjing berlari
menyongsong kedatangan majikannya dengan menyalak keras berulang-
ulang, melompat-lompat dan
berputar-putar, tidak seperti biasanya. Suami istri itu pun heran dan merasa
tidak tenang menyaksikan ulah si anjing yang tidak biasa. Dan Betapa kagetnya
mereka, setelah berhasil menenangkan anjingnya…astaga, ternyata moncong si anjing
berlumuran darah segar.
“Lihat pak! Moncong anjing kita berlumuran darah! Pasti
telah terjadi sesuatu pada anak kita!” teriak si ibu histeris, ketakutan, dan
mulai terisak menangis. “Ha…benar! Kurang ajar kau anjing! Kau apakan anakku?
Pasti telah kau makan!” si petani ikut berteriak panik. Dengan penuh kemarahan,
si petani spontan meraih sebuah kayu dan secepat kilat memukuli si anjing itu
dan mengenai bagian kepalanya. Anjing itu terdiam sejenak. Tak lama dia
menggelepar kesakitan, memekik perlahan dan dari matanya tampak tetesan
airmata, sebelum kemudian ia terdiam untuk selamanya. Bergegas kedua suami
istri itu pun berlari masuk ke dalam rumah. Begitu tiba di kamar, tampak anak
mereka masih tertidur lelap di ayunan dengan damai. Sedangkan di bawah ayunan
tergeletak bangkai seekor ular besar dengan darah berceceran bekas gigitan.
Mereka pun segera sadar bahwa darah yang menempel di moncong anjing tadi adalah
darah ular yang hendak memangsa anak mereka. Perasaan sesal segera mendera.
Kesalahan fatal telah mereka lakukan. Emosi kemarahan yang tidak terkendali
telah membunuh anjing setia yg mereka sayangi. Tentu, penyesalan mereka tidak
akan membuat anjing kesayangan itu hidup kembali. Sungguh mengenaskan.
Gara-gara emosi dan kemarahan yang membabi buta dari ulah manusia, seekor
anjing setia yang telah membantu dan membela majikannya, harus mati secara
tragis. Saya rasa demikian pula di kehidupan ini. Begitu banyak permasalahan,
pertikaian, perselisihan
bahkan peperangan, muncul
dari emosi yang tidak terkontrol. Karena itu, saya sangat setuju dengan
kata-kata: ”Jangan mengambil keputusan apapun disaat emosi sedang melanda.”
Sebab, bila itu yang dilakukan, bisa fatal akibatnya. Sungguh, kita butuh
belajar dan melatih diri agar disaat emosi, kita mampu mengendalikan diri
secara sabar dan bijak.
0 komentar:
Posting Komentar